-->

Perbandingan Budaya Indonesia dan Jepang

Universitas Gunadarma
Ketika kamu memutuskan untuk pergi mengunjungi tempat-tempat yang baru dan jauh dari rumah entah itu keluar kota, luar pulau, bahkan mungkin luar negeri, kamu akan merasakan sesuatu yang berbeda. Perasaan itu mungkin bisa kagum, bingung, penasaran, kaget, dan lain-lain. Perasaan ini biasa disebut sebagai culture shock. Culture shock dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan gegar budaya. Gegar budaya sendiri sering di artikan sebagai sebuah perasaan kaget, bingung, dan emosi yang berkecambuk karena seseorang berada didareah yang memiliki budaya serta kebiasaan yang berbeda.

    Perasaan culture shock timbul karena seseorang yang berada ditempat baru susah sekali untuk melakukan adaptasi dan asimilasi kebudayaan yang baru. Sehingga, hal ini membuat orang tersebut sulit untuk mengenali dan mengerti hal-hal yang ada di tempat baru tersebut. Ini disebabkan juga karena seseorang masih terbawa emosi atau terbayang negara asal mereka, sehingga selalu membuat perbandingan-perbandingan dengan apa yang ia lihat.

    Banyak orang yang berkunjung ke Jepang akan mengalami culture shock. Kali ini Berkuliah.com akan menampilkan beberapa hal yang menyebabkan terjadinya culture shock saat berkunjung ke Jepang. Untuk lebih jelasnya simak artikel sebagai berikut.

Jepang

1. Agama yang dianut orang Jepang

Masyarakat Jepang mengartikan sebuah agama atau tuhan menjadi sesuatu yang terpisah. Agama merupakan sesuatu yang paling pribadi dan tidak boleh diusik oleh siapapun. Oleh karena itu, saat bertemu dengan orang Jepang janganlah kamu menanyakan atau membicarakan agama dengan mereka.Hal ini akan menganggu pikiran mereka, dan membuat mereka berkesan bahwa kamu adalah orang yang terlalu selektif dalam berteman.

2. Jarang ada air untuk bersuci di toilet umum

Kamu mungkin akan kebingungan saat kamu ketoilet dan tidak menemukan air, karena mungkin hanya terdapat kertas tisu. Jika kamu sudah berpengalaman mungkin bisa membawa air sendiri dari rumah.

3. Orang Jepang sangat efisien dalam menggunakan waktunya

Kamu mungkin akan menemui masalah besar jika memiliki kedisiplinan yang buruk. Orang-orang Jeoang terkenal sangat disiplin dalam hal apapun, terutama waktu. Jika orang Indonesia terkenal dengan kebiasaannya mengulur-ulur waktu, maka jangan harap kamu bisa melakukan hal yang sama di Jepang. Orang Jepang tidak suka menunggu dan membuang-buang waktu, karena bagi mereka waktu adalah uang.

4. Lalu lintas yang tertib

Orang Jepang juga sangat tertib dalam berlalu lintas. Jadi kemungkinan untuk mendapatkan kemacetan pun sangat jarang berbeda dengan Jakarta. Dalam kendaraan umum pun juga akan tertib, jarang sekali kendaraan yang kelebihan muatan atau penumpang. Hal yang harus selalu diingat saat naik kendaraan umum adalah mendahulukan orang tua, ibu hamil, orang cacat, tidak boleh berisik, jangan makan terlalu dekat, jangan membawa terlalu banyak barang, jangan bermake up, dan jangan menelpon.

5. Orang Jepang sangat menjaga kebersihan

Jika kamu ingin membuang sampah, maka perhatikan dulu sekelilingmu apakah terdapat tempat sampah atau tidak. Jika tidak, maka simpanlah dulu sampai kamu menemukan tempat sampah. Setelah menemukan tempat sampah buanglah sampah sesuai dengan jenis sampahnya. Jika kamu tidak melakukan hal ini, bersiaplah untuk berurusan dengan petugas kebersihan.


6. Budaya makan dan minum di Jepang

a. Budaya makan

Jepang terkenal dengan makanan yang segar dengan cita rasa masih asli, mungkin orang Indonesia menyebutnya dengan mentah atau setengah matang. Akan tetapi makan Jepang disebut sebagai The Healthy food in The World karena kesegarannya. Dari semua masakan Jepang yang paling sulit ditemukan adalah ke Halalan, karena kebanyakan komposisinya menggunakan bahan dari daging babi.

Saat akan makan sebaiknya kamu mengucapkan “itadakimasu” dan mengambil sumpit yang disediakan. Hal yang kurang sopan dan tidak boleh dilakukan saat makan adalah bersendawa, menancapkan sumpit di nasi, menjilat sumpit, meletakkan sumpit secara silang, mengaduk sup dengan sumpit, menerima makanan dari orang lain, menggali makanan, menggunakan untuk menunjuk orang dan memotong makanan. Hal yang mungkin berbeda dengan budaya kita adalah mengeluarkan suara saat makan sup merupakan bentuk rasa senang dan menikmati makanan, jika di Indonesia mungkin itu adalah hal yang kurang sopan.

b. Budaya minum

Teh dan sake adalah minuman yang sangat terkenal di Jepang.
Aturan saat minum teh juga harus dipahami, cara duduknya adalah dengan bersimpuh sama seperti para sinden jawa saat menyanyi di kesenian wayang. Sebelum menengguk teh, cangkir diletakkan di telapak tangan kiri dan putar cangkir sekitar 180 derajat dengan tangan kanan. Jangan sampai lupa hal ini jika kamu tidak ingin dianggap tidak sopan, karena motif cangkir harus terlihat yang mengartikan bahwa kamu benar-benar menikmati tehnya.

Minum sake sudah menjadi budaya sejak lama di Jepang. Biasanya akan dilakukan setelah pulang kerja atau di malam hari. Saat minum sake bersama harus menunggu seseorang mengatakan “kampai”, baru yang lainnya bisa minum. Ketika ingin menuang sake, hendaknya tuang juga untuk yang lainnya. Jika ada gelas yang kosong pasti aka nada orang lain yang mengisisnya, jadi jika kamu sudah merasa pusing dan tidak ingin minum, sebaiknya habiskan sake dalam gelas kamu sampai acara selesai jangan sekali teguk.

Indonesia

Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asal luar negeri yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945.

Kebudayaan nasional

Kebudayaan nasional secara mudah dimengerti sebagai kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni :

Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya. 

Disebutkan juga pada pasal selanjutnya bahwa kebudayaan nasional juga mencermikan nilai-nilai luhur bangsa. Tampaklah bahwa batasan kebudayaan nasional yang dirumuskan oleh pemerintah berorientasi pada pembangunan nasional yang dilandasi oleh semangat Pancasila.

Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama.

Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang.

Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan angsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan menglami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan luar negeri, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.

Kebudayaan daerah

Seluruh kebudayaan daerah yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku-suku di Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia.

Kebudayaan Indonesia walau beraneka ragam, namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India dan kebudayaan Arab. Kebudayaan India terutama masuk dari penyebaran agama Hindu dan Buddha di Nusantara jauh sebelum Indonesia terbentuk. Kerajaan-kerajaan yang bernafaskan agama Hindu dan Budha sempat mendominasi Nusantara pada abad ke-5 Masehi ditandai dengan berdirinya kerajaan tertua di Nusantara, Kutai, sampai pada penghujung abad ke-15 Masehi.

Kebudayaan Tionghoa masuk dan mempengaruhi kebudayaan Indonesia karena interaksi perdagangan yang intensif antara pedagang-pedagang Tionghoa dan Nusantara (Sriwijaya). Selain itu, banyak pula yang masuk bersama perantau-perantau Tionghoa yang datang dari daerah selatan Tiongkok dan menetap di Nusantara. Mereka menetap dan menikahi penduduk lokal menghasilkan perpaduan kebudayaan Tionghoa dan lokal yang unik. Kebudayaan seperti inilah yang kemudian menjadi salah satu akar daripada kebudayaan lokal modern di Indonesia semisal kebudayaan Jawa dan Betawi.

Kebudayaan Arab masuk bersama dengan penyebaran agama Islam oleh pedagang-pedagang Arab yang singgah di Nusantara dalam perjalanan mereka menuju Tiongkok.

Kedatangan penjelajah dari Eropa sejak abad ke-16 ke Nusantara, dan penjajahan yang berlangsung selanjutnya, membawa berbagai bentuk kebudayaan Barat dan membentuk kebudayaan Indonesia modern sebagaimana yang dapat dijumpai sekarang. Teknologi, sistem organisasi dan politik, sistem sosial, berbagai elemen budaya seperti boga, busana, perekonomian, dan sebagainya, banyak mengadopsi kebudayaan Barat yang lambat-laun terintegrasi dalam masyarakat.

Wujud kebudayaan daerah di Indonesia

Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Setiap saerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda.

Rumah adat

    Sumatera Barat : Rumah Gadang
    Sumatera Selatan : Rumah Limas
    Jawa : Joglo
    Papua : Honai
    Sulawesi Selatan : Tongkonang (Tana Toraja), Bola Soba (Bugis Bone), Balla Lompoa (Makassar Gowa)
    Sulawesi Tenggara: Istana buton
    Sulawesi Utara: Rumah Panggung
    Kalimantan Barat: Rumah Betang
    Nusa Tenggara Timur: Lopo

Tarian

    Jawa: Bedaya, Kuda Lumping, Reog.
    Bali: Kecak, Barong/ Barongan, Pendet.
    Maluku: Cakalele, Orlapei, Katreji
    Aceh: Saman, Seudati.
    Minangkabau: Tari Piring, Tari Payung, Tari Indang, Tari Randai, Tari Lilin
    Betawi: Yapong
    Sunda: Jaipong, Reog, Tari Topeng
    Timor NTT: Likurai, Bidu, Tebe, Bonet, Pado'a, Rokatenda, Caci
    Batak Toba & Suku Simalungun: Tortor
    Sulawesi Selatan: Tari Pakkarena, Tarian Anging Mamiri, Tari Padduppa, Tari 4 Etnis
    Pesisir Sibolga/Tapteng: Tari Sapu Tangan , Tari Adok , Tari Anak , Tari Pahlawan , Tari Lagu Duo , Tari Perak , Tari Payung .
    Riau : ( Persembahan, Zapin, Rentak bulian, Serampang dua Belas )
    lampung : ( bedana, sembah, tayuhan, sigegh, labu kayu )
    irian jaya:

Lagu

    Jakarta: Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang Kangkung.
    Maluku : Rasa Sayang-sayange, Ayo Mama
    Melayu : Soleram, Tanjung Katung
    Minangkabau : Kampuang nan Jauh di Mato, Kambanglah Bungo, Indang Sungai Garinggiang
    Aceh : Bungong Jeumpa
    Ampar-Ampar Pisang (Kalimantan Selatan)
    Anak Kambing Saya (Nusa Tenggara Timur)
    Oras Loro Malirin, Sonbilo, Tebe Onana, Ofalangga, Do Hawu, Bolelebo, Lewo Ro Piring Sina, Bengu Re Le Kaju, Aku Retang, Gaila Ruma Radha Nusa Tenggara Timur
    Angin Mamiri (Sulawesi Selatan)
    Anju Ahu (Sumatera Utara)
    Apuse (Papua)
    Ayam Den Lapeh (Sumatera Barat)
    Barek Solok (Sumatera Barat)
    Batanghari (Jambi)
    Bubuy Bulan (Jawa Barat)
    Buka Pintu (Maluku)
    Bungo Bangso (Sumatera Utara)
    Bungong Jeumpa (Aceh)
    Burung Tantina (Maluku)
    Butet (Sumatera Utara)
    Cik-Cik Periuk (Kalimantan Barat)
    Cikala Le Pongpong (Sumatera Utara)
    Cing Cangkeling (Jawa Barat)
    Cuk Mak Ilang (Sumatera Selatan)
    Dago Inang Sarge (Sumatera Utara)
    Dayung Palinggam (Sumatera Barat)
    Dayung Sampan (Banten)
    Dek Sangke (Sumatera Selatan)
    Desaku (Nusa Tenggara Timur)
    Esa Mokan (Sulawesi Utara)
    Es Lilin (Jawa Barat)
    Gambang Suling (Jawa Tengah)
    Gek Kepriye (Jawa Tengah)
    Goro-Gorone (Maluku)
    Gending Sriwijaya (Sumatera Selatan)
    Gundul Pacul (Jawa Tengah)
    Helele U Ala De Teang (Nusa Tenggara Barat)
    Huhatee (Maluku)
    Ilir-Ilir (Jawa Tengah)
    Indung-Indung (Kalimantan Timur)
    Injit-Injit Semut (Jambi)
    Jali-Jali (Jakarta)
    Jamuran (Jawa Tengah)
    Kabile-Bile (Sumatera Selatan)
    Kalayar (Kalimantan Tengah)
    Kambanglah Bungo (Sumatera Barat)
    Kampuang Nan Jauh Di Mato (Sumatera Barat)
    Ka Parak Tingga (Sumatera Barat)
    Karatagan Pahlawan (Jawa Barat)
    Keraban Sape (Jawa Timur)
    Keroncong Kemayoran (Jakarta)
    Kicir-Kicir (Jakarta)
    Kole-Kole (Maluku)
    Lalan Belek (Bengkulu)
    Lembah Alas (Aceh)
    Lisoi (Sumatera Utara)
    Madekdek Magambiri (Sumatera Utara)
    Malam Baiko (Sumatera Barat)
    Mande-Mande (Maluku)
    Manuk Dadali (Jawa Barat)
    Ma Rencong (Sulawesi Selatan)
    Mejangeran (Bali)
    Mariam Tomong (Sumatera Utara)
    Moree (Nusa Tenggara Barat)
    Nasonang Dohita Nadua (Sumatera Utara)
    O Ina Ni Keke (Sulawesi Utara)
    Ole Sioh (Maluku)
    Orlen-Orlen (Nusa Tenggara Barat)
    O Ulate (Maluku)
    Pai Mura Rame (Nusa Tenggara Barat)
    Pakarena (Sulawesi Selatan)
    Panon Hideung (Jawa Barat)
    Paris Barantai (Kalimantan Selatan)
    Peia Tawa-Tawa (Sulawesi Tenggara)
    Peuyeum Bandung (Jawa Barat)
    Pileuleuyan (Jawa Barat)
    Pinang Muda (Jambi)
    Piso Surit (Aceh)
    Pitik Tukung (Yogyakarta)
    Flobamora, Potong Bebek Angsa (Nusa Tenggara Timur)
    Rambadia (Sumatera Utara)
    Rang Talu (Sumatera Barat)
    Rasa Sayang-Sayange (Maluku)
    Ratu Anom (Bali)
    Saputangan Bapuncu Ampat (Kalimantan Selatan)
    Sarinande (Maluku)
    Selendang Mayang (Jambi)
    Sengko-Sengko (Sumatera Utara)
    Siboga Tacinto (Sumatera Utara)
    Sinanggar Tulo (Sumatera Utara)
    Sing Sing So (Sumatera Utara)
    Sinom (Yogyakarta)
    Si Patokaan (Sulawesi Utara)
    Sitara Tillo (Sulawesi Utara)
    Soleram (Riau)
    Surilang (Jakarta)
    Suwe Ora Jamu (Yogyakarta)
    Tanduk Majeng (Jawa Timur)
    Tanase (Maluku)
    Tapian Nauli (Sumatera Utara)
    Tebe Onana (Nusa Tenggara Barat)
    Te Kate Dipanah (Yogyakarta)
    Tokecang (Jawa Barat)
    Tope Gugu (Sulawesi Tengah)
    Tumpi Wayu (Kalimantan Tengah)
    Tutu Koda (Nusa Tenggara Barat)
    Terang Bulan (Jakarta)
    Yamko Rambe Yamko (Papua)
    Bapak Pucung (Jawa Tengah)
    Stasiun Balapan, Didi Kempot (Jawa Tengah)
    bulu londong, malluya, io-io, ma'pararuk (Sulawesi Barat)

Musik

    Jakarta: Keroncong Tugu.
    Maluku :
    Melayu : Hadrah, Makyong, Ronggeng
    Minangkabau :
    Aceh :
    Makassar : Gandrang Bulo, Sinrilik
    Pesisir Sibolga/Tapteng : Sikambang

Alat musik

    Jawa: Gamelan.
    Nusa Tenggara Timur: Sasando, Gong dan Tambur, Juk Dawan, Gitar Lio.
    Gendang Bali
    Gendang Karo
    Gendang Melayu
    Gandang Tabuik
    Sasando
    Talempong
    Tifa
    Saluang
    Rebana
    Bende
    Kenong
    Keroncong
    Serunai
    Jidor
    Suling Lembang
    Suling Sunda
    Dermenan
    Saron
    Kecapi
    Bonang
    Kendang Jawa
    Angklung
    Calung
    Kulintang
    Gong Kemada
    Gong Lambus
    Rebab
    Tanggetong
    Gondang Batak
    Kecapi, kesok-Kesok Bugis-makassar, dan sebagainya

Gambar

    Jawa: Wayang.
    Tortor: Batak
    Patung
    Jawa: Patung Buto, patung Budha.
    Bali: Garuda.
    Irian Jaya: Asmat.

Pakaian

    Jawa: Batik.
    Sumatra Utara: Ulos, Suri-suri, Gotong.
    Sumatra Utara, Sibolga: Anak Daro & Marapule.
    Sumatra Barat/ Melayu:
    sumatra selatanSongket
    Lampung : Tapis
    Sasiringan
    Tenun Ikat Nusa Tenggara Timur
    Bugis - MakassarBaju Bodo dan Jas Tutup, Baju La'bu

Suara

    Jawa: Sinden.
    Sumatra: Tukang cerita.
    Talibun : (Sibolga, Sumatera Utara)

Sastra/tulisan

    Jawa: Babad Tanah Jawa, karya-karya Ronggowarsito.
    Bali: karya tulis di atas Lontar.
    Sumatra bagian timur (Melayu): Hang Tuah
    Sulawesi Selatan Naskah Tua Lontara
    Timor Ai Babelen, Ai Kanonik

Kesimpulan

Sistem pemerintahan Republik Indonesia (RI) menurut UUD yang sudah diamandemen adalah sistem pemerintahan Presidensial yang tidak bertanggung jawab kepada parlemen. Ekonomi, Budaya, Politik memiliki keterkaitan dalam membawa Indonesia menjadi lebih baik.

Antara Indonesia maupun Jepang memiliki persamaan dalam hal budaya, ekonomi, maupun politik. Kedua Negara memiliki bentuk demografi yang sama, sehingga dalam pembangunan ekonomi Indonesia-Jepang sama-sama menekankan terhadap ekonomi kelautan yang dimilikinya. Faktor penjajahan yang dilakukan Jepang terhadap Indonesia telah membuat sistem-sistem budaya dalam masyarakat memiliki persamaan, sebagai contoh penghormatan terhadap yang lebih tua menjadi nilai moral yang tinggi. Dalam kepemerintahan dan politik kedua Negara sama-sama menerapkan sistem demokrasi, namun dalam pelaksanaan kepemerintahan Indonesia dilaksanakan oleh Presiden sedangkan Jepang Perdana Menteri. Kaisar hanya dijadikan sebagai symbol pemersatu rakyat.

Perbandingan budaya antara Indonesia dan Jepang bermanfaat untuk mengetahui pola berfikir bangsa Indonesia dan bangsa Jepang. Salah satu kesulitan utamanya adalah perbedaan karakteristik kedua bangsa.

Baik budaya Jepang maupun Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam mengekspresikan rasa hormat, rasa maaf. Jabat tangan adalah satu-satunya tradisi yang berlaku baik di Jepang maupun Indonesia.
LihatTutupKomentar